Skip to main content

Jakarta (25/3/2024) Tidak dipungkiri memang  advokasi, sosialisasi, dan edukasi tentang ketenagakerjaan membutuhkan perjuangan. Baru soal aturan main dan etika perundangan saja, sudah banyak perkara yang kita hadapi, apalagi bila ditambah soal-soal kasuistik seperti TB yang diidap tenaga kerja.

“Menggagas pelibatan Civil Society Organization (CSO) dan Korporasi untuk Penanggulangan TBC di tempat Kerja” tema kedua Ngabuburit Ngobrol TBC menjadi relevan untuk diperbincangkan dan didiskusikan bersama. Program ini sendiri merupakan program Menjadi Indonesia yang dimotori oleh jejaring Lokadaya

Dari perspektif hukum kesehatan, CSO harus berkonsentrasi pada hak pekerja, buruh/pekerja adalah populasi kunci yang beresiko terpapar TB. Menurut Anom surya Putra dari jarkom Desa, hal ini dipicu oleh banyak tempat kerja yang tidak layak.

Pada tahun 2022 penanggulangan TB di tempat kerja telah dilegitimasi Kementerian Tenaga Kerja Indonesia. Terdapat satu aturan spesifik yang berusaha menyatukan hal-hal yang perlu ditangani korporasi, Dinas Kesehatan maupun aparat pemerintah lainnya. Aturan tersebut telah tertuang dalam Permenaker No. 13 Tahun 2022 tentang penanggulangan TB di tempat kerja. Terdapat sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi Permenaker, yaitu mendapatkan teguran tertulis, dibatasi kegiatan usahanya, bahkan dicabut ijin usahanya.

Secara global, WHO dan ILO (organisasi ketenagakerjaan Internasional) ditahun 2010 telah mengembangkan strategi penanggulangan TB di tempat kerja. Uji coba dilakukan secara luar biasa di daerah epidemi HIV-AIDS dan TB di negara miskin dan berkembang. Selain itu, ILO telah mengeluarkan panduan untuk berbagai tindakan pengendalian TB di tempat kerja (Guidelines for workplace control activities). Perlu diketahui bahwa epidemi HIV AIDS telah memicu peningkatan TB karena orang dengan sistem kekebalan lemah sangat rentan terinfeksi TB.

“Jika kita membaca dokumen Kemenkes, disitu ada suatu komitmen kolaborasi antar Dinkes kabupaten/kota dengan perusahaan multinasional untuk tatalaksana TBC sesuai standar”, ujar Anom. Untuk itu, teman-teman CSO dapat masuk dibagian tersebut. Hal ini dilakukan agar CSO dapat berdiskusi dengan korporasi dan juga Dinkes tentang komitmen penyusunan aturan tertulis secara spesifik mengenai penanganan TB di tempat kerja.

Pada pembahasan sebelumnya, kita mengidentifikasi cara penemuan kasus TB di tempat kerja, yaitu:

  • melakukan pemeriksaan kesehatan di awal penerimaan pekerja dan wajib dilakukan berkala.
  • pengurus perusahaan melakukan tes sukarela dan dilakukan melalui proses konseling terlebih dahulu melalui VCT (Voluntary Counseling and Testing).
  • melakukan investigasi dan pemeriksaan kasus kontak erat. Ini dapat dilakukan dengan pengadaan Tes Cepat Molekuler (TCM) yang dapat dilaksanakan bersama kegiatan donor darah.

Penanganan kasus TB di tempat kerja meliputi pemberian istirahat sakit, pemantauan kepatuhan minum obat, dan pantauan tentang kemajuan kesehatan pekerja TB tersebut. Selain itu, rehabilitasi juga penting dilakukan perusahan seperti menyediakan fasilitas olahraga dan dukungan konseling. Selanjutnya adalah penilaian kelaikan kerja, yang mana perusahaan melakukan penilaian return to work .Penilaian ini akan lebih baik bila manajemen berkolaborasi dengan dokter spesialis.

Salah satu praktik baik yang dapat dicontoh adalah dari salah satu perusahaan air minum di Sukabumi. Pada Maret 2023 perusahaan ini mengundang Dinkes untuk memberikan sosialisasi tentang TB dan HIV AIDS. Acara ini juga ditayangkan secara live streaming dan juga diikuti oleh seluruh pekerja di semua cabang perusahaan tersebut.

Diskusi berbobot ini dapat disimak secara lengkap dikanal youtube Lokadaya. (*ari)