Skip to main content

Jakarta (7/3/2024). Aneh bin ajaib  bila OMS/LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) itu berbisnis. Namun itu adalah paradigma kedaluarsa yang harus kita ubah bersama, berbisnis bersama masyarakat adalah hal yang lazim dilakukan, malah cenderung menjadi tren yang berkembang pada konteks kekinian. Bermitra bisnis dengan masyarakat (atau dengan siapa saja) menjadi penting karena menjadi salah satu kunci keberlanjutan OMS/LSM. Hal yang harus kita pegang teguh adalah kita tidak boleh melenceng dari visi misi yang baik untuk menjaga alam dan mengurangi pengangguran.

Paparan menarik ini telah terungkap dalam Kelas Berbagi Tiga Jam (Kyutri) yang diadakan oleh Lokadaya dan Penabulu. Pelatihan Kyutri sesi kedua ini adalah kelanjutan dari tema Menggali Ide Bisnis dan Membuat Business Model Canvas. Noor Intan selaku narasumber dari Penabulu mengawali pelatihan dengan memantik peserta dalam menjabarkan visi dan misi usaha yang sudah disiapkan selepas sesi pertama. Hal ini dilakukan untuk menentukan arah usaha yang akan dijalani.

Noor Intan mengatakan bahwa tahun 2020 sekitar 705 juta jiwa hidup di dunia kemiskinan dan hal tersebut membuat tren bisnis juga mulai berubah. Pada diagram model bisnis yang Ia sampaikan, bisnis jaman dulu digambarkan dalam pertautan sektor ekonomi, lingkungan, sosial dan keberlanjutan di tengah-tengahnya. Keberlanjutan (sustainability) Namun diagram model bisnis yang terbaru digambarkan berbeda, di mana goals berbisnis yang akan dicapai adalah sektor ekonomi sebagai inti kecil yang dibalut sektor sosial dan dipungkasi sektor lingkungan berada di porsi yang lebih besar. Dengan kata lain, goal bisnis yang paling besar porsinya adalah keberlanjutan sektor lingkungan. Menjadi masuk akal karena sektor ekonomi dan sosial sesukses apapun tidak akan berarti bila lingkungan alam rusak berat.

Dalam perkembangannya muncul pula istilah wirausaha sosial yaitu wirausaha yang memiliki ide desar berupa solusi masalah sosial. Konsep wirausaha sosial yang dapat ditawarkan itu mencakup proses pemberdayaan untuk mengimplementasikan solusi yang ada,  biasanya fokus pada penyelesaian masalah seperti manajemen lingkungan, pelayanan kesehatan, pendidikan, keterampilan untuk masyarakat kurang mampu, peningkatan ekonomi pasca pandemi dan kesempatan kerja bagi komunitas marginal (narapidana, penyandang disabilitas, orang dengan HIV/AIDS, TB, kusta dan sebagainya).

Bagi Noor Intan, ada potensi besar bagi teman-teman OMS/LSM yang memberikan pendampingan di bidang kehutanan perkebunan, atau Ecopreneur. Sekarang, Pemerintah Indonesia ingin menjaga alam dengan mempertahankan dan menambah target area hutan sekitar 12,7 juta HA yang hasilnya juga akan dirasakan masyarakat. Tetapi nyatanya, berdasarkan data BPS 2022, penduduk desa yang berada disekitar kawasan hutan sekitar 25.853 desa atau sekitar 36,7% masih dalam keadaan miskin. Hal ini juga dikarenakan jangkauan LSM yang menggarap di bidang kehutanan sosial masih sedikit.

Kita bisa belajar dari ecopreneur kampung yang sukses yaitu minyak kelapa kampung Niu Kencana oleh Kelompok Usaha Perhutanan sosial (KUPS) desa Sindoan Selatan, Sulawesi Tengah. Selain itu, ada juga Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Madu Sialang dari Gapoktanhut Sungai Telisak.

Di akhir sesi pelatihan ini, satu peserta mencoba mengisi kolom dan berdiskusi tentang BMC ini, dan memperlihatkan dampak baik dari pelatihan sesi pertama. Sri Amanah dari Yapemmas (Yayasan Peduli Kemandirian Masyarakat) mencoba mengembangkan usaha galeri Ijoayu Ecoprint. Sri telah mengisi kolom BMC dan memaparkannya dengan baik, hingga potensi keberhasilannya tergolong besar. Segmentasi pelanggan dari Ecoprint adalah pegawai kantoran, yang mana memiliki seragam batik yang khas. Mereka biasanya juga menginginkan batik yang unik, lain daripada yang lain (limited edition). Hal ini tentu menjadi nilai tawar lebih bagi Ecoprint. Sri telah menekuni Ecoprint sekitar 8 bulan lamanya. Namun beliau pernah mencoba untuk membuat BMC tetapi selalu gagal. Beliau bingung dalam memetakan kolom dan membahasakan isi kolom BMC ini. Setelah mengikuti pelatihan ini, Sri telah sukses memrepresentasikan bisnis Ecoprint ke dalam BMC.

Tentu, dengan pelatihan BMC inikita akan dapat memetakan potensi hingga penyelesaian masalah yang mungkin akan dihadapi. Dengan ini tak hanya memperbesar peluang untuk sukses namun juga akan meningkatkan mental dan daya juang para pelaku bisnis, terutama bagi OMS.

Sesi kedua “Menggali Ide Bisnis dan membuat Business Model Canvas” ini, dapat anda ikuti secara lengkap di kanal youtube Lokadaya. (*ari)