Jakarta (9/1/2024). Tujuan mulia swakelola bagi OMS (organisasi masyarakat sipil) adalah meningkatkan partisipasi kelompok masyarakat, efektivitas dan efisiensi program. Oleh karenanya, pelaksanaan swakelola harus disesuaikan dengan tujuan pendirian OMS (visi dan misi) serta kompetensi dari OMS tersebut.
Diskusi hangat tersebut muncul dalam rangkaian seri pelatihan bertajuk mobilisasi sumber daya lokal melalui skema swakelola tipe III pertemuan kedua yang bertema “Alur/tahap pelaksanaan swakelola tipe III”.
Poin hangat lainnya muncul saat ada fenomena masuknya perguruan tinggi dan lembaga profesi penyelenggara penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelatihan, lokakarya atau penyuluhan, dalam kompetisi meraih proyek swakelola tipe III. Banyak terjadi OMS yang tidak mampu menandingi mereka. Namun, kesempatan itu masih terbuka lebar dengan adanya kriteria PBJ (pengadaan Barang/Jasa) poin tiga yang dikhususkan untuk OMS yaitu pengadaan barang/jasa yang dihasilkan oleh ormas, kelompok masyarakat atau masyarakat.
Untuk itu meraih kesempatan itu, OMS selayaknya mempersiapkan diri dengan sistem kerja yang telah diatur oleh LKPP. Adapun tahapan swakelola tipe III meliputi perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan serah terima.
OMS bisa mengawal advokasi pengadaan pada bulan Januari, dimulai dari Musrenbang tingkat desa, kecamatan dan siklus selanjutnya. Proses ini tentu untuk RAPBD tahun selanjutnya. Perlu kita ingat bersama, hasil dari Musrenbang masih bergantung pada keputusan kepala daerah masing-masing. Lalu, penyusunan RAPBD dilakukan di bulan Juli-September dan akan tampil di sirup (sistem informasi rencana umum pengadaan) paling lambat tanggal 31 Maret tahun selanjutnya.
Sarwitri mewakili Konsil LSM Indonesia mengatakan, OPD biasanya menyalin nomenklatur yang sudah ada dan sebenarnya OPD membutuhkan teman untuk bisa menajamkan kembali perencanaannya atau memperkuat capaian dalam pembangunan nasional. Peran ini layak untuk dilakoni OMS dengan melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah.
Dokumen persiapan swakelola tipe III dapat diakses secara daring pada website SIPraja LKPP (https://sipraja.lkpp.go.id dan pada keputusan Deputi bidang pengembangan strategi dan kebijakan LKPP No.2 Tahun 2022 tentang model dokumen Swakelola.
Dalam seri ini, Sarwitri juga mewanti-wanti pentingnya visibilitas OMS di Indonesia dalam rangka membangun kolaborasi dengan OPD. Kita pasti menyadari, selama ini dokumen hasil kinerja OMS hanya dapat diakses oleh OMS dan pemberi donor, sehingga OPD tidak mengetahui apa potensi dan kompetensi OMS tersebut.
Selain itu, tambah Sarwitri, masih banyak OPD yang hanya menggunakan Swakeloka tipe I untuk mencari titik aman, bisa jadi karena kurang percaya atau tidak mengetahui portofolio OMS yang melamar. Ditambah lagi, memang tidak ada kewajiban dari pusat untuk OPD menggunakan swakelola tipe III sehingga para OPD pilih-pilih menggunakan swakelola yang mana.
Oleh karena itu penting kiranya meningkatkan akuntabilitas kinerja OMS agar diketahui OPD dan publik, dan hal ini dapat dilakukan dengan optimalisasi media, baik secara daring (sosmed/website) maupun luring.
Seri kedua ini penting untuk diikuti secara lengkap, silakan anda menuju https://youtube.com/@LOKADAYA untuk menikmati keseluruhan materi dan diskusi. (*ari)