Skip to main content

Jakarta (23/09) –Jejaring Lokadaya dan Yayasan Pujiono Centre Indonesia mengadakan seri pelatihan Mobilisasi Sumber Daya Lokal Berbasis Pengelolaan Risiko Bencana secara daring. Pelatihan ini masuk ke Sesi Pengantar I tentang Pengenalan dan Konteks Pengelolaan Risiko Bencana yang dilaksanakan pada Jum’at (22/09) melalui Zoom Meeting.

Sesi ini diisi oleh Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana UPN “Veteran” Yogyakarta Eko Teguh Paripurno sebagai narasumber. Pada kesempatan ini, Eko menjelaskan perbedaan antara bencana dengan bahaya. Menurut Eko, suatu kejadian disebut bencana kalau ada kerusakan yang tidak bisa dikelola. Sebaliknya, bahaya adalah kejadian yang mengakibatkan kerusakan tetapi masih bisa dikelola.

“Perlu argumen yang baik untuk siapa dan bagi siapa. Kuncinya adalah apakah masyarakat bisa memulihkan diri atau tidak? Kalau tidak bisa memulihkan diri, baru bisa dikatakan bencana,” terang Eko. Dirinya menekankan untuk tidak mencampuradukan antara fenomena bahaya dan bencana.

Menurut Eko, baik bencana maupun bahaya masing-masing membawa risiko. Menurut Pasal 1 Ayat 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, risiko bencana merupakan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu, yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancan, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat

“Risiko itu subyektif. Nilai aset berisiko itu subyektif dan subyektivitas harus berpihak ke kelompok rentan. yang berpengaruh di sana kan bagaimana bahayanya, perantaranya, kemampuannya. Tingkat risiko dipengaruhi oleh cara pengelolaannya. Kalau pengelolaannya baik, tingkat resiko rendah sampai sedang. Tapi kalau pengelolaannya buruk, resiko bisa tinggi,” papar Eko.

Pada konteks mobilisasi sumber daya lokal di daerah dengan berbagai jenis Organisasi Masyarakat Sipil yang bekerja di beragam isu dalam pengelolaan risiko bencana, menurut Eko tumbuhnya organisasi-organisasi lokal dan relawan-relawan lokal itu jadi penting. “Adanya gerakan relawan oleh pelaku lokal perlu didukung dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia dan mendorong partisipasi.” Katanya.

Tidak hanya memberikan fasilitasi untuk penguatan saja, partisipasi sumber daya manusia juga perlu didorong dengan beberapa cara, diantaranya manipulatif, terapi/dekrasi, mengiformasikan, konsulatatif, konsesus pasif, kemitraan, delegasi wewenang, kontrol warga.