Jakarta (18/7/2025). Ada sebuah premis menarik bahwa jika kita tidak mengakomodir generasi muda, mereka justru membuat gerakan perubahan di luar organisasi, karena ada data banyaknya organisasi yang pecah karena ini. Afirmasi menarik ini membuat diskusi siang itu agak panas dan para peserta nampak berpikir keras dan mengiyakan statement tersebut. Diskusi ini masih dalam rangkaian Kyutri Kepemimpinan Angkatan Muda di Organisasi Masyarakat Sipil.
Pertemuan keempat ini mengambil judul Strategi Estafet Kepemimpinan (OMS Bukan Dinasti). Arief Syamsuddin dari LBH Semarang dan Andi Iskandar dari Jejaring Mitra Kemanusiaan masih menjadi pemantik diskusi pada serial ini. Kyutri ini diadakan oleh Jejaring Lokadaya, Sadaya dan didukung oleh Uni Eropa melalui program Co Evolve 2.
Muncul pula argumen bahwa pemimpin muda adalah agen perubahan, karenanya untuk merangkul para pemimpin muda kita wajib memiliki strategi yang tepat. Pertama, kita perlu menciptakan tujuan yang jelas serta diselaraskan dengan kemampuan semua anggota organisasi. Kita juga sebaiknya memiliki ketrampilan komunikasi yang baik, empati dan jiwa kerelawanan. Selanjutnya, kita perlu memiliki kemampuan memimpin yang baik. Di dalam organisasi, para senior bisa menjadi contoh (role model) sekaligus bahan belajar bagi pemuda apabila sudah melaksanakan strategi tersebut.
Dalam menjaring calon pemimpin muda, organisasi harus melihat potensi anggotanya yang memiliki visi yang jelas tentang perubahan apa yang ingin dicapai.
Penting juga organisasi menjaga komunikasi yang terbuka dan transparan selama proses perubahan berlangsung. Sebagai pemimpin perubahan, kita perlu menggunakan saluran komunikasi yang baik untuk memastikan tersampaikannya pesan kepada seluruh anggota tim.
Organisasi harus melibatkan seluruh anggota tim dalam proses perubahan, malah akan baik bila memberdayakan seluruh anggota tim. Selain itu, umpan balik yang konstruktif kepada anggota tim menjadi hal yang krusial dalam proses perubahan. Hal ini dilakukan untuk membantu mereka berkembang mengatasi tantangan. “Beri Kesan bahwa kita sebagai pemimpin perubahan perlu membangun kepercayaan dengan saling bersifat jujur transparan dan berempati,” tambah Bang Is, sapaan akrab Andi Iskandar.
Di sesi berikutnya, Arief menyinggung masalah pentingnya kaderisasi. Proses ini harus berfokus pada pewarisan nilai, regenerasi, pengembangan kapasitas dan adaptasi zaman. Kaderisasi adalah pondasi untuk membentuk pemimpin muda yang berkualitas. Proses ini tidak hanya mencetak individu yang kompeten secara teknis, tetapi juga membangun karakter, mentalitas dan komitmen sosial.
“Kita perlu merancang program kaderisasi yang inklusif dan meningkatkan pemanfaatan teknologi,” tambah Arief. Kita perlu sepakat bahwa anak muda harus dilibatkan dalam kerja-kerja inti organisasi.
Melalui kaderisasi diharapkan kita dapat mencetak potensi dan ahli strategi yang baru. Tidak perlu khawatir, karena para pemimpin muda ini cenderung lebih fleksibel dan memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan. Mereka hanya perlu dibimbing agar memiliki kemampuan evaluasi guna melakukan perbaikan berkelanjutan. Hal tersebut yang menjadikan pemuda sangat potensial di organisasi.
Ingin menilik lebih jauh terkait strategi estafet pemimpin muda ini? Diskusi ini dapat dilihat secara menyeluruh di kanal Youtube Lokadaya.