Skip to main content

Jakarta (4/7/2025). Pemuda sudah seharusnya diberi porsi dan posisi dalam lembaga namun selama ini ada tembok penghalang besar dalam pelibatan pemuda di organisasi, yaitu budaya senioritas. Selain itu, terbatasnya akses pada sumber daya organisasi juga menjadi masalah berikutnya.

“Kalau dari awal kita sudah melakukan batasan-batasan, maka inklusivitas juga tidak terjamin, maka pemuda akan merasa enggan untuk bergabung”, terang Syamsuddin Arief (Direktur LBH Semarang) membuka Kyutri serial Kepemimpinan Angkatan Muda di Organisasi Masyarakat Sipil. Kegiatan ini terselenggara berkat bantuan Jejaring Lokadaya, Sadaya, dan dukungan program Co evolve 2. Tema kali ini mengenai Peta Potensi Pemimpin Muda.

Selain Syamsuddin Arief dan hadir pula narasumber andal dari Jaringan Mitra Kemanusiaan, Andi Iskandar Harun yang akrab disapa “Bang Is”.

Pemuda merupakan aset yang strategis dalam pembangunan demokrasi. Berdasarkan data BPS per Desember 2024, sebanyak 1 dari 5 penduduk Indonesia adalah pemuda, tepatnya 64,22 juta jiwa. Tentu persentase ini sangat besar, untuk itu pemuda ini akan sangat berperan dan berdampak jika mau masuk ke dalam gerakan OMS. Pemuda biasanya memiliki manajemen prioritas yang lebih baik dan longgar, mereka masih energik serta belum mengurus rumah tangga. Hal ini membuat pemuda menjadi sosok dengan daya yang khas bila bergabung dalam gerakan-gerakan OMS.

Pemuda biasanya lebih sensitif dengan isu-isu global yang sedang terjadi, termasuk isu ekonomi dan politik. Orang muda pun memiliki potensi besar dan proximity dalam mengakses teknologi dan media sosial, dibanding generasi boomers. Banyak kemajuan advokasi sekarang ini yang menggunakan teknologi. “Hanya menggunakan tagar saja tapi dampaknya sungguh luar biasa”, tambah Arief. Pemuda lebih paham dalam hal meramu teknologi menjadi lebih asik dan berdampak pada sebuah gerakan.

Guna menangkap potensi pemuda ini, lembaga harus menjamin hak dan rasa aman mereka. Seperti soal ragam gender, menolak kekerasan seksual, dan menjamin kesehatan mental mereka. Lembaga harus bisa jadi ruang nyaman bagi pemuda. Kebijakan lembaga yang ramah dengan inklusivitas ini akan menarik pemuda untuk bergabung.

Arief memindai beberapa strategi untuk meningkatkan pelibatan pemuda, yaitu:

  • penguatan kapasitas
  • pemanfaatan teknologi
  • membangun kemitraan inklusif
  • kesadaran budaya lokal
  • melibatkan pemuda dalam advokasi kebijakan

Tantangan lain datang dari infrastruktur yang minim di OMS untuk menjaring pemuda, serta masalah materialism dan hedonism. “Jangan sampai pemuda memiliki materialism dan hedonism di OMS, karena mereka akan enggan berjejaring dan solidaritasnya akan berkurang”, pungkas Arief

Diskusi selanjutnya dipandu oleh Bang Is yang memaparkan hasil asesmen berdasarkan form yang telah diisi oleh beberapa OMS pada pertemuan sebelumnya. Terdapat 20 OMS yang telah selesai mengisi, tetapi beberapa perlu dicek ulang ke OMS tersebut karena ada jawaban yang tidak konsisten.

Usia organisasi masih didominasi oleh lembaga besar yang memiliki histori seperti PKBI dan Paramitra. “Dari usia ini diharapkan OMS tersebut sudah memiliki sistem kaderisasi yang baik,” ujar Bang Is. Hampir sebagian besar OMS juga melihat adanya gap generasi, dan lembaganya masih diisi generasi baby boomer.

Menurut Bang Is, OMS ini sudah memperlihatkan adanya transisi atau tranformasi organisasi. Tentu ini menjadi awal yang baik bagi OMS tersebut, walaupun usia pemimpin OMS didominasi usia 46-55 tahun. Hasil asesmen selanjutnya, hampir 55% OMS menjawab sudah memiliki mekanisme kaderisasi, tetapi tidak tahu modelnya. Nah ini yang perlu dicek lagi.

Poin ssesmen terakhir menyatakan 100% OMS sudah memiliki budaya berbagi pengetahuan. Hal ini sudah sangat baik, karena bila ini tidak terjadi tentunya akan muncul gap lintas generasi.

Ingin mendengar hasil asesmen dan peta potensi pemimpin muda lebih lanjut? Pemaparan ini dapat diaskes secara lengkap di kanal Youtube Lokadaya. (*ari)