Jakarta (28/2/2025). Sebagai awalan membuat film, kita seyogyanya tidak perlu membuat film yang terlalu ribet atau berambisi sekelas film Joker. Kita bisa mulai dulu dengan film yang sederhana tetapi memenuhi kriteria standar produksi film. Hal terpenting bagi OMS kita adalah cerita film tersebut wajib membawa impact perubahan, sehingga berguna dan sesuai dengan visi misi OMS kita.
Pembahasan ini diulik secara asik oleh Ratmurti Mardika yang akrab disapa “Sonkski”. Kyutri serial “Berkomunikasi via Sinema” memasuki sesi ketiga yang berjudul “Sinema Sederhana Berdaya”. Kegiatan ini berlangsung atas kerjasama Lokadaya dan Lingkar 9 dengan dukungan dari Uni Eropa melalui program Co-evolve.
Sesi ini diawali dengan pembahasan one pager kiriman dari dua peserta. Kiriman yang pertama dari Alton yang berjudul Ombak Priok. Rencanany film pertama ini akan mengisahkan tentang hiruk pikuk kehidupan masyarakat di Tanjung Priok. One pager selanjutnya ditulis oleh Arif, berjudul “Alibi di Lautan”. One pager ini bercerita tentang konflik kerakusan manusia dan perjuangan masyarakat nelayan yang dirugikan.
Mereka antusias menyampaikan alasan dan bagaimana perspektif mereka masing-masing. Sonkski memberikan masukan dan komentarnya pada pembahasan one pager ini. Tentu hal ini menarik sekali untuk didiskusikan.
Dalam proses pembuatan film sampai dapat ditonton masyarakat terdapat 5 tahapan yang biasa dilalui, yaitu:
- Pra produksi: Pada tahap ini kita akan membuat cerita dan mencari dukungan.
- Produksi: Tahap ini meliputi kegiatan mengambil gambar (shooting), membuat suara dan adegan.
- Pasca produksi: Hal yang penting dilakukan di tahap ini ialah proses editing, pewarnaan, pemberian sound effect, serta finishing film.
- Distribusi: Tugas pokoknya adalah mempromosikan dan mengirim film ke festival atau bioskop.
- Eksebisi: Komunitas dan bioskop-bioskop adalah bagian penting dari tahap eksebisi ini.
“Sayangnya di Indonesia kelima tahap ini biasanya masih di-handle oleh seorang produser”, ujar Sonkski. Padahal alangkah leluasanya para kru, bila semua tahapan ini dikerjakan oleh orang yang berbeda dan yang lebih kompeten di bidang masing-masing.
Ada pertanyaan menarik dari peserta terkait perbedaan produser dengan sutradara. Produser itu bertanggungjawab atas manajemen di belakang layar. Sedangkan Sutradara bekerja untuk film yang akan ditampilkan di depan layar. Nah, sebaiknya dua Jobdesc ini dikerjakan oleh dua orang yang berbeda, bukan dirapel satu orang saja.
Selanjutnya dalam hal pendekatan dengan narasumber, kita sebaiknya menunggu momen yang tepat dahulu. Biasanya protagonis harus sudah kenal dan akrab dulu, barulah diajak Shooting. “Jangan gunakan hari pertama bertemu langsung memakai kamera”, tambah Sonkski. Kalau tetap memaksakan mengambil gambar , pasti hasil ceritanya tidak utuh dan terkesan seperti wawancara yang kaku.
Perlu dipahami, karena film itu sebuah entitas dari gambar, suara dan cerita, jadi mau tak mau kita harus mengusahakan gambar dari kamera yang bagus. Apakah bisa shooting dokumenter memakai Handphone? Jawabannya bisa, cukup, tetapi gambarnya tidak akan variatif dan pengambilan suaranya juga susah karena kurang maksimal.
Standar produksi gambar yang digunakan saat ini adalah beresolusi 4K, karena ditilik dari peralatan yang beredar kini mayoritas sudah menggunakan resolusi ini. Dalam sebuah film pendek biasanya cukup menggunakan mirorless maupun DSLR. Selain kamera, kita juga sebaiknya menyediakan 3 lensa yang berbeda. Lensa ini meliputi pengambilan gambar long shoot, medium shoot dan close up.
Hal yang tak kalah penting adalah microphone. Kalau sudah di lapangan, teman-teman OMS biasanya lupa membawa microphone. Walaupun kamera yang digunakan sudah bisa mengambil suara, tetapi kita tetap harus memakai microphone atau clip-on agar kamera bisa leluasa mengambil gambar.
Tantangan pengambilan suara adalah suara tersebut tidak dapat dilihat. Biasanya pembuatan film menggunakan 3 jenis mic, yaitu: shotgun mic, lavelier dan boom mic. Selain kamera, lensa, mic, Sonkski juga menjelaskan sekilas tentang penggunaan tata cahaya dan teknisnya.
Pada kesempatan ini, Sonkski menjelaskan banyak hal teknis dalam pembuatan film. Dia juga membagikan modul lengkap dan detail sehingga dapat dipelajari oleh semua peserta Kyutri.
Pelatihan teknis yang sangat penting ini dapat dilihat menyeluruh di kanal Youtube Lokadaya. (*ari)