Jakarta (14/3/2024). Perlu disepakati bahwa program relawan adalah program tanggung jawab bersama (seluruh personel organisasi). Dari bagian programming, keuangan bahkan direktur pun harus mengetahui program relawan ini. Semua harus paham dan menghargai relawan tentunya. Jangan sampai tercipta kondisi emosional yang acuh tak acuh terhadap relawan. Hal ini akan berdampak pada rasa ketidaknyamanan dan akhirnya relawan tersebut enggan membantu lagi.
Begitulah isu pembuka yang dikemukakan M Suhud Ridwan (Penabulu) pada di seri 3 jam kelas berbagi, Kyutri. Mengelola Relawan sebagai sumber daya organisasi merupakan tajuk program Kyutri pada pertemuan kedua kali ini.
Kerelawanan itu berarti sikap, bukan sebuah profesi, dan bukan sebuah pelarian. Perlu dipahami bersama bahwa siapapun dapat menjadi seorang relawan. Pada dasarnya setiap orang mempunyai potensi, kapasitas dan kemampuan. Potensi ini yang akan digunakan untuk mendukung kelancaran sebuah program.
“Kalau kita berbicara mengenai konteks mengelola relawan, itu berarti seni mengelola orang-orang di dalamnya. Bisa jadi fenomena keluar masuknya relawan itu karena ndak ada yang ngopeni (merawat dan memerhatikan), relawan tidak dianggap sebagai mitra tapi dianggap seperti pesuruh,” kata Bang Suhud.
Dalam pengalaman Bang Suhud, yang mengikat relawan dengan organisasi adalah sebuah isu, kasus atau fenomena yang sedang dihadapi. Selain itu, adanya visi misi yang sama, akan membuat relawan tergerak untuk bergabung suka-rela membantu program OMS yang sedang ditangani. Setelahnya OMS sebaiknya tidak menyianyiakan potensi-potensi yang dimiliki relawan, dan mulai menaruh perhatian khusus untuk merawat dan mengoptimalkan keberadaan relawan. Tentu hal ini harus dimulai dengan manajemen relawan.
Siklus manajemen relawan terbagi menjadi lima, yaitu: Job design atau planning, rekrutmen dan seleksi, orientasi dan training, monitoring dan recognition. Bagian yang pertama adalah job design (planning). Tahap ini meliputi pertanyaan mengapa kita memerlukan relawan, kapasitas relawan yang dibutuhkan, dan masih banyak lagi. OMS harus paham betul tentang kenapa organisasinya memerlukan relawan. Hal ini akan dijadikan sebagai landasan sebuah organisasi dalam mengelola relawan.
Sebelum melakukan perekrutan relawan, OMS harus memastikan
- adanya dukungan dari dewan pengurus dan pimpinan
- situasi organisasi (keuangan, ruangan untuk relawan, emosi organisasi)
- harus ada koordinator relawan
- deskripsi jobdesc relawan
Setelah memastikan hal tersebut, kita bisa berlanjut ke tahap rekrutmen dan seleksi. Tahapan ini meliputi publikasi atau promosi, pendaftaran dan wawancara. Proses wawancara harus mencakup persoalan motivasi seseorang menjadi relawan, ketersediaan waktu untuk bekerja dan keahlian yang dimiliki.
Orientasi dan training merupakan tahapan ketiga pada siklus manajemen relawan. Ditahap ini OMS akan memperkenalkan kinerja dan visi misi organisasinya. Selain itu, tahap ini menjadi peluang untuk mendorong rasa memliki dan bertanggung jawab terhadap isu yang diusung OMS tersebut.
Lalu, tahap monitoring adalah tahapan yang meliputi pemantauan tugas relawan. Selain itu di proses ini harus ada penguatan dan motivasi terhadap relawan. Ditambah lagi, perlu dilakukan pemantauan beban kerja relawan. “Jangan sampai tugas (tupoksi) staff dikerjakan oleh relawan. Ini jelas akan menyebabkan gesekan dan ketidaknyamanan” ujar Bang Suhud.
selanjutnya, ucapan terimakasih adalah sebuah bentuk pengakuan yang paling dinantikan. Pengakuan atau recognition ini merupakan tahan terakhir dalam siklus manajemen relawan. Selain itu pada tahap recognition ini OMS perlu memastikan relawan mendapatkan peningkatan kapasitas diri.
Kunjungi kanal Youtube Lokadaya untuk mengikuti dokumentasi Kyutri ini secara lengkap.(*ari)