Jakarta (17/1/2024). Kesiapan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan Swakelola Tipe III secara umum masih rendah, meskipun sudah ada praktik baik yang telah dilakukan. Ini menjadi PR kita bersama selaku OPD dan OMS.
Jejaring Lokadaya dan Konsil LSM Indonesia telah mengadakan lima pertemuan pelatihan daring mengenai Swakelola Tipe III. Nah, pada pertemuan ke-6 (sesi terakhir) ini mengambil tema tentang tantangan lapangan dan praktik baik dalam pelaksanaan Swakelola Tipe III.
Sanusi mewakili SuaR Indonesia membagikan pengalaman beserta tantangannya dalam mengerjakan Swakelola Tipe III. SuaR Indonesia telah 17 tahun lebih membangun gerakan advokasi dan aksi kemanusiaan yang berkantor di Kediri. Dalam hal Swakelola Tipe III ini, SuaR sudah tiga kali bekerjasama dengan OPD Pemkab Kediri. Bagi Sanusi, walaupun persiapan sudah beres dan Swakelola Tipe III telah dilakukan berturut-turut tetapi dalam setiap kerjasama tetap muncul tantangannya.
Ada beberapa tantangan yang terjadi ketika SuaR menjadi rekanan OPD Pemkab Kediri, contohnya ketika OPD tersebut baru pertama kali bekerjasama dengan SuaR dengan Swakelola Tipe III. Hampir semua terkesan bingung dalam melaksanakan program tersebut. Selain itu, tantangan yang tak kalah penting adalah pembayaran yang dilakukan dengan sistem reimburse (pengembalian dana di akhir pengadaan). Hal ini tentu saja menyita perhatian OMS, karena belum tentu OMS secara kelembagaan memiliki dana tunai sebesar paket pengadaan tersebut.
Oleh karena itu, tidak semua OMS tertarik mengakses Swakelola Tipe III karena syaratnya dianggap berat dan rumit. “OMS selalu membandingkan dengan dana hibah dua tahun sekali dan menurut mereka proses dana hibah jauh lebih mudah”, tambah Sanusi.
Untuk itu, selaku OMS ada baiknya memetakan OPD mana yang memungkinkan memiliki anggaran dan ketertarikan dengan Swakelola Tipe III. Hal ini perlu dilakukan karena kenyataan di lapangan, OPD memiliki kekhawatiran bila akan melakukan kerjasama dengan OMS. Entah karena takut ada temuan, ada kesalahan administrasi, bahkan beberapa OPD takut kehilangan rekanan lama mereka.
Tantangan selanjutnya, apabila ada oknum OPD meminta bagian sekian persen atau potong anggaran. OMS harus menjelaskan kontribusi OMS tersebut untuk masyarakat. Jadi walaupun ada yang berkata, persenan itu budaya pegadaan, tetapi OMS tidak perlu mengikutinya. Hal ini juga dilakukan guna berkontribusi dalam pembentukan budaya bersih dalam masyarakat kita.
Saran dari Sanusi suaR Indonesia, OMS harus melakukan penguatan secara internal untuk tata kelola kelembagaan karena ini menjadi prasyarat akses dana dari mana saja. Selain itu, OMS wajib memahami siklus anggaran APBD yang ada di pemerintahan melalui prosedur perencanaan.
Rekaman seri webminar dan diskusi ini dapat anda simak secara lengkap di kanal Youtube https://youtube.com/@LOKADAYA atau di bagian lain dari website ini. (*ari)