Jakarta (30/09) –Jejaring Lokadaya dan Yayasan Pujiono Centre Indonesia mengadakan seri pelatihan Mobilisasi Sumber Daya Lokal Berbasis Pengelolaan Risiko Bencana secara daring. Pelatihan Sesi Pengantar II tentang Standar Kemanusiaan Inti ini diadakan pada Jum’at (29/09) melalui Zoom Meeting.
Pada sesi ini, peserta belajar tentang apa Standar Kemanusiaan Inti (Core Humanitarian Standard/CHS) dan bagaimana implementasi standar-standar kemanusiaan ini pada kerja-kerja kemanusiaan dan tantangan yang mungkin dihadapi.
“Masyarakat terdampak krisis mempunyai hak untuk pemenuhan atas kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan. Kita selaku pekerja kemanusiaan harus punya standar-standar yang harus dipenuhi,” kata Putu Hendra Wijaya sebagai moderator.
Selanjutnya narasumber Dear Sinandang menjelaskan tentang CHS, adalah satu standar sukarela (karena belum ada sanksinya) dengan indikator terukur yang memfasilitasi akuntabilitas yang lebih besar kepada masyarakat dan orang-orang yang terkena dampak krisis, staf, donor, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
“CHS sudah dipublikasikan sejak Desember 2014 dan menjadi rujukan utama bagi pelaku kemanusiaan, baik individu maupun kelompok untuk merefleksikan kemampuan dan basis komitmen dari visi-misi lembaga, kerangka kerja,” jelas Dear.
Dear memaparkan bahwa CHS berlaku untuk seluruh siklus program di semua fase respons kemanusiaan. Maka, semakin proposal program terpapar CHS, maka perencanaan program organisasi akan merujuk pada standar-standar kualitas dan akuntabilitas yang lebih baik. Sehingga organisasi kemanusiaan dalam merencanakan program kemanusiaan dapat lebih terarah.
Ada sembilan komitmen CHS yang perlu dikenali organisasi untuk diterapkan dalam program kerja kemanusiaan: respons kemanusiaan harus sesuai dan relevan; harus efektif dan tepat waktu; harus mendorong peningkatan kapasitas lokal dan tidak menimbulkan akibat buruk; berdasarkan pada komunikasi, partisipasi, dan umpan balik; pengaduan disambut baik dan ditangani; respon kemanusiaan harus terkoordinasi dan saling melengkapi; pekerja kemanusiaan senantiasa belajar dan meningkatkan diri; staf didukung dalam melaksanakan pekerjaannya dengan efektif dan diperlakukan dengan adil dan setara; dan sumber-sumber daya dikelola dan digunakan dengan bertanggungjawab sesuai peruntukannya.
Semua komitmen saling berkaitan dan hanya berpusat pada masyarakat. Artinya sembilan komitmen tersebut berfokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat terdampak. Tujuan CHS sendiri adalah mendorong terciptanya akuntabilitas yang lebih besar terhadap komunitas dan warga terdampak krisis dan meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada mereka.
Terakhir, Dear menekankan jangan sampai kerja kemanusiaan justru memperburuk keadaan. “Pelaku atau organisasi perlu memastikan intervensi tidak memperburuk konflik, melainkan memberikan kontribusi untuk memperbaiki situasi,” katanya.
Selain pemaparan materi, sesi pelatihan ini juga memberikan kesempatan berlatih mengindetifikasi komitmen dan kriteria kualitas serta diskusi tanya-jawab seputar praktek kerja kemanusiaan dan tantangannya di lapangan.