Jakarta (21/10) –Jejaring Lokadaya dan Yayasan Pujiono Centre Indonesia mengadakan seri pelatihan Mobilisasi Sumber Daya Lokal Berbasis Pengelolaan Risiko Bencana secara daring. Pelatihan Sesi Tematik I tentang Pengarusutamaan GEDSI dalam Pengelolaan Risiko Bencana ini diadakan pada Jum’at (20/10) melalui Zoom Meeting.
GEDSI adalah kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial. Wasingatu Zakiyah sebagai narasumber menyatakan bahwa GEDSI merupakan hal penting yang tidak boleh diabaikan. Tidak semua kelompok rentan beruntung terpapar upaya-upaya pembangunan—terlebih tiap kelompok rentan memiliki lapisan-lapisan kerentanan masing-masing sehingga memperkecil keterlibatan atau partisipasi mereka dalam pembangunan.
Pada konteks pengelolaan risiko bencana, peran GEDSI sangat diperlukan. “GEDSI dan pengelolaan risiko bencana bersenyawa menjadi satu kebijakan baru dan menciptakan satu kondisi yang baru. Itu yang penting, sehingga tidak ada lagi upaya-upaya pada pengurangan risiko yang hanya fokus pada kelompok rentan tertentu,” kata wanita yang akrab disapa Zaki.
Lebih lanjut, Zaki menerangkan bahwa GEDSI harus dilibatkan pada semua indikator pada daur pengelolaan risiko bencana. Pada prakteknya penerapan pengarusutamaan GEDSI mengadopsi konsep APKM (akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat) pada daur pengelolaan risiko bencana.
“Pembangunan yang responsif gender (dalam GEDSI) itu harapannya bisa mengurangi risiko. Kalau tidak responsif maka semakin banyak kelompok yang berisiko,” ujarnya.
Zaki menekankan GEDSI dalam pengelolaan risiko bencana untuk memahami perbedaan kebutuhan, kepentingan, kerentanan, kapasitas, dan perlu strategi untuk membuat program agar tercapai target imparsial dan proporsional, memastikan adanya intervensi humanitarian yang akan didorong hak yang sama, dan meningkatkan perlindungan kelompok tertentu.
“Kalau tidak maka terjadi diskriminasi berlapis,” tegas Zaki. Setiap kelompok rentan memiliki lapis diskriminasi yang berbeda dari kelompok rentan lainnya. Semakin banyak lapisannya, semakin besar risiko yang dihadapi oleh individu yang termasuk dalam kelompok rentan. Maka menjadi penting untuk mendorong pembangunan yang inklusif pada konteks pengelolaan risiko bencana.