Editor: Mardiyah Chamim

93 tahun lalu, pemuda-pemudi Indonesia telah mampu berpikir jauh ke depan melampaui zamannya dan menyegel modal sosial terpenting bangsa ini, sekaligus memberikan janji luhur untuk menghadang potensi masalah terbesar Indonesia. Sumpah Pemuda 1928 diikrarkan berbasis pengakuan tulus atas keberagaman dan kekayaan perbedaan yang seharusnya menjadikan bangsa ini begitu bersyukur.

Indonesia, sebagai bagian dari dunia, tengah menghadapi transisi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya: pengaruh global yang begitu besar. Belum pernah dunia terhubung satu sama lain seperti yang terjadi saat ini. Teknologi digital menyatuhkan segalanya. Arus informasi tak lagi sama. Anak muda di pelosok Gunung Kidul dengan mudah terhubung dengan pelaku bisnis di Wall Street, New York, hanya dengan beberapa klik aplikasi di telepon genggam. Lanskap hidup telah berubah.

Perubahan berderap bergemuruh. Anak muda bergerak mencari solusi atas problem-problem sosial-ekonomi dengan basis teknologi. Aplikasi penyedia jasa trasportasi, layanan kurir, jasa kesehatan, jasa informasi kencan, dan lain sebagainya, berkembang dalam kecepatan yang tak terbayangkan. Istilah-istilah startup, inkubator, technopreneur, sociopreneur, melambung. Anak-anak muda di perkotaan bercita-cita menyematkan kata “founder startup”, pembuka bisnis rintisan, di berbagai bidang.

Ada banyak persoalan yang mengikuti, tentu saja. Derap perubahan membawa konsekuensi yang kian kompleks. Kualitas dan kuantitas pendidikan di negeri ini masih jauh dari merata. Cara berpikir kritis, analitis, dan reflektif tidak banyak mendapat rabuk. Pembangunan yang belum merata dan inklusif. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan terjadi di berbagai lini.

Di tengah situasi yang serba timpang, revolusi digital menciptakan tsunami informasi berikut sampah yang toksik: hoaks dan disinformasi. Udara seperti penuh kabut yang menurunkan kejernihan cara pandang. 

Lalu, terjadilah pandemi Covid 19. Simptom yang disebabkan ketimpangan dengan segera meninju masyarakat: akses layanan kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan, akses vaksinasi, data kependudukan, dan berbagai permasalahan mendasar lainnya muncul. Perekonomian tersendat, bahkan sebagian terhenti, menanti udara baru setelah hampir dua tahun pandemi. Seolah belum cukup, efek yang dibawa perubahan iklim kian memperberat situasi.

Pada saat yang serba rapuh kini, peran pemuda sangat dinantikan. Semangat dan  gagasan segar, tidak terjebak kotak-kotak birokrasi yang lamban, selaras dengan lanskap zaman yang berubah cepat, adalah kemewahan yang dimiliki anak muda. Kreativitas, empati pada persoalan sekitar, komunitas yang siap bergerak, diperkuat dengan semangat kewirausahaan yang selaras dengan alam (eco-sosiopreneurship), memberi ruang pada keterlibatan pemuda, perempuan, dan kelompok yang sering diabaikan dalam derap perubahan adalah semangat yang menjadi bingkai. 

Melalui kompetisi ini, kami mengundang pemuda-pemudi Indonesia untuk mengambil tempat dalam mengatasi berbagai jenis permasalahan dan tantangan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia, mulai dari lingkaran kehidupan kita yang paling dekat. Kita semua percaya bahwa bagaimana bentuk masa depan Indonesia akan ditentukan oleh gagasan dan imajinasi pemuda-pemudi hari ini.

Tantangan bangsa ke depan tidak mungkin ditanggapi dengan solusi tunggal. Keberagaman solusi–lah, sesuai  dengan konteks dan karakteristik lokal masing-masing. yang seharusnya akan mampu menjawab kebutuhan model pembangunan masa depan, sembari dengan sungguh-sungguh mengungkit kemandirian masyarakat, perbaikan tata kelola pemerintahan dan juga transformasi sektor swasta menjadi lebih berkelanjutan.

Beberapa kata kunci yang menjadi titik tekan pada kompetisi ini adalah:

#komunitas #youth #perempuan #inklusif #sustainability #inovasi #kreativitas #jejaring #ecology #sociopreneur #kewirausahaansosial #potensilokal #observasi #empati

SYARAT TEKNISSYARAT TEKNIS